DIFERENSIASI SOSIAL MASYARAKAT MULTIKULTURAL DAN UPAYA KEDAMAIAN

Suacana, I Wayan Gede DIFERENSIASI SOSIAL MASYARAKAT MULTIKULTURAL DAN UPAYA KEDAMAIAN. -. (Unpublished)

[img] Text (Artikel)
DIFERENSIASI SOSIAL MASYARAKAT MULTIKULTURAL DAN UPAYA KEDAMAIAN.doc

Download (142kB)

Abstract

1. Masyarakat multikultural di Bali tidak selamanya kondusif bagi tumbuhnya toleransi dan demokrasi, apalagi dalam masyarakat Bali yang pemilahan, fragmentasi serta polarisasi sosialnya tergolong cukup tinggi. 2. Beberapa potensi konflik yang bukan saja laten tapi sudah termanifestasi secara empiris di Bali antara lain: pertama, konflik antar etnis khususnya etnis Bali dengan non-Bali, seiring dengan implementasi kebijakan penertiban penduduk pendatang pasca peledakan bom di Kuta. Kedua, konflik antar-kelas, yang berlatar belakang ekonomi. Masyarakat kelas ekonomi bawah yang merasa termaginalisasi sudah mulai memposisikan diri secara frontal dengan kaum kaya, khususnya pengusaha (investor). Hal ini terlihat pada kasus-kasus pemogokan kaum buruh di berbagai industri pariwisata. Ketiga, konflik antar kelompok homo-aequalis dan homo-hierarchicus. Kelompok homo-aequalis dengan ideologi egalitarianisme ingin melihat masyarakat Bali yang demokratis, tanpa adanya diskriminasi atas dasar kelahiran (keturunan). Di pihak lain, kelompok homo-hierarchicus dengan segala upaya mempertahankan status quo hirarki tradisionalnya. Konflik yang sudah berlangsung sejak tahun 1920-an ini secara awam dikenal sebagai konflik kasta (walaupun secara akademis istilah ini kurang tepat). Keempat, konflik antara Hindu tradisional-ritualistik dengan Hindu modern-humanistik. Meskipun tidak terlalu menonjol, sudah ada gejala-gejala pertentang antara penganut Hindu tradisi, yang menekankan pada ritus-ritus besar dengan penekanan Bali, dengan Hindu modern yang menekankan pengamalan Hindu dengan konsep ‘back to Veda’ , yang dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai ‘aliran baru’. Kristalisasi indikator kontemporer masalah ini sangat jelas tampak dengan adanya dualisme Parisadha Bali, yakni Parisadha versi Campuhan dan Besakih. Kelima, konflik antar antar Banjar dan Desa Adat, dan keenam, konflik antar kabupaten/kota, terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah (UU No. 22 tahun 1999), yang memunculkan arogansi kabupaten/ kota secara berlebihan. 3. Berbagai ancaman potensi konflik yang demikian makin menyadarkan kita bahwa upaya untuk lebih mengaktualisasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat multikultural adalah merupakan sebuah keniscayaan. 3. Ada dua metode pendekatan untuk mengupayakan kedamaian dalam masyarakat multikultural, yaitu: pertama, Metode Impersonal, yakni dengan mengajak segenap komponen masyarakat Bali untuk bekerjasama, bahu membahu, bagaimana agar potensi konflik yang laten tidak manifest. Kedua, Metode Personal, yakni: peningkatan kedamaian melalui usaha menciptakan kepribadian yang satwik dan seimbang serta mengembangkan kedamaian batin. 4. Dengan kedua metode pendekatan itu diharapkan mampu mengembalikan pondasi masyarakat Bali yang berlandaskan kebudayaan yang dijiwai agama Hindu dengan ditopang oleh solidaritas sosial dan toleransi yang tinggi serta mengedepankan paradigma kedamaian, keseimbangan dan harmoni yang dinamis.

Item Type: Article
Uncontrolled Keywords: DIFERENSIASI SOSIAL MASYARAKAT
Divisions: Faculty of Social and Political Science > Goverment Science
Depositing User: I Putu Astina
Date Deposited: 15 Mar 2022 06:30
Last Modified: 15 Mar 2022 06:30
URI: http://repository.warmadewa.ac.id/id/eprint/1594

Actions (login required)

View Item View Item